Tak terasa Ramadhan sudah menginjak dihari yang ke 25 di tahun 2009
lalu. Hatiku sangat gembira, karena selain sebentar lagi Lebaran, kali
ini aku akan dapat merayakannya bersama keluargaku beserta kedua
orangtuaku di kota orang tuaku tinggal .
Sengaja malam itu setelah berbuka puasa, kami sekeluarga pergi sholat
tarawih di suatu musholla yang terletak agak diujung gang di sebuah
perkampungan. Menurut cerita ayahku, dulu ayah dan ibuku sering sholat
disini, sebelum akhirnya di komplek perumahan mereka berdiri sebuah
masjid yang lumayan megah.
Kondisi musholanya sederhana, bangunannya separuh batu dan papan
difinishing dengan cat warna hijau dan putih. Meski musholla ini
sedikit kecil, kondisinya bersih dan rapi, jamaah yang sholat disini,
Alhamdullilah banyak, sungguh pemandangan yang menggembirakan hati saya.
Ketika memasuki mushola, saya dan ibuku bergegas meletakkan mencari
tempat untuk meletakkan peralatan sholat dan membentangkan sejadah.
Tapi sayang saya tidak kebagian shaft bersamaan ibuku.
Musholla ini tetap ramai dikunjungi jamaah meski sudah dipenghujung
Ramadhan. Akhirnya saya dapat menempati shaft agak belakang dan
bersebelahan dengan seorang nenek bersama cucunya yang berumur sekitar 6
tahun. Sambil tersenyum dan sedikit mengeser sejadahnya sang nenek
mempersilahkan saya membentangkan sejadah saya. Sang nenek langsung
mengenali saya sebagai pendatang baru.
“Jarang sholat tarawih disini nak ?” sapa sang nenek ramah.
“Iyah, nek…saya baru datang dari Jakarta, saya lagi pulang kampung dan akan berlebaran di rumah orangtua saya !”, jawabku tak kalah ramah.
“O..anak orang Jakarta rupanya, pantas nenek tak pernah lihat”, ujar si nenek lagi.
“Iyah, nek…saya baru datang dari Jakarta, saya lagi pulang kampung dan akan berlebaran di rumah orangtua saya !”, jawabku tak kalah ramah.
“O..anak orang Jakarta rupanya, pantas nenek tak pernah lihat”, ujar si nenek lagi.
Ternyata obrolan ringan saya dan sang nenek sangat diperhatikan gadis
mungil yang sedari tadi tampak mengamatiku. Gadis kecil ini sepertinya
mengamatiku dari ujung kaki hingga kepala. Aku hanya tersenyum, dan
jujur sedikit ge-er juga rasanya, dipandangi seperti ini.
“Ini cucu nenek ?”, tanya saya.
“Iyah, ini Saodah, cucuku yang paling kecil. Cucuku ada tiga, yang
dua lelaki, sudah agak besar, mereka juga sholat didepan. Mak mereka
kerja di Malaysia jadi TKI, bapak mereka sudah tidak ada. Aku yang urus
mereka disini”, ujar si nenek sambil memasangkan kain panjang yang
dipeniti membentuk mukenah di badan dan muka Saodah.
Saodah tampaknya menurut saja sambil sesekali menyeka rambutnya agar sang nenek mudah memasangkan peniti.
“Dah…selesai, langsung duduk yang rapi yah, agar tak gampang lepas mukenanya !” ujar sang nenek menasehati Saodah.
Sang cucu tampaknya langsung menurut. Tapi dari bola matanya yang
lugu aku dapat merasakan sedari tadi kalau dia memperhatikan pakaian dan
mukena serta sejadah yang kupakai. Seakan ada keinginan terpendam di
hatinya.
######
Selesai sholat tarawih kuperhatikan Saodah kecil masih tampak khusu’
berdoa, matanya dipejamkan, dan tangan kecilnya tampak beberapa kali
mengusap mukanya. Kudengar suara Saodah kecil berkali-kali mengucapkan
kata-kata yang sama. Lalu dia mengakhirinya dengan kata Amien, dan
matanya dibukanya perlahan.
Wow…gadis kecil ini khusu’sekali berdo’a !. Aku salut. Meski usianya
masih belia, tampaknya sedari sholat tarawih tadi, dia melakukannya
dengan khusu’. Benar-benar gadis mungil yang saleha, pujiku dalam hati.
Sambil membenahi sejadahku, kucoba bertanya pada gadis kecil ini,
“Saodah, tadi berdo’a apa saja ?”, rasa ingin tahuku tak dapat kutahan.
Saodah menjawab dengan mimik sedikit malu “Tadi aku berdo’a sama
ALLAH, supaya Emak nanti sa’at pulang bawa banyak duit buat nenek, kakak
dan Saodah. Saodah kepengen nanti kalau emak pulang bisa beliin Saodah
mukena bagus kayak tante. Biar kalau Saodah mau sholat nenek nggak
usah pasang peniti-peniti lagi !”.
Subhanallah….hatiku langsung terjerebap rasanya mendengar
pengakuan gadis kecil ini yang begitu polos. Aku tersenyum, mendengar
pengakuannya.
Terima kasih yach Robbi..lewat sentuhan kalimat dari mulut mungilnya…betapa Engkau telah meningatkanku, bahwa dalam keadaan terbatas apapun, kita harus selalu ingat pada MU, menghadap pada MU, meski dengan kain seadanya.
Terima kasih yach Robbi..lewat sentuhan kalimat dari mulut mungilnya…betapa Engkau telah meningatkanku, bahwa dalam keadaan terbatas apapun, kita harus selalu ingat pada MU, menghadap pada MU, meski dengan kain seadanya.
Yah Robbi, ampunkan hamba Mu yang terkadang lalai, menghadap MU
dan terkadang tidak disiplin meski begitu banyak nikmat yang telah KAU
beri padaku.
0 komentar:
Posting Komentar